Jumat, 11 Juni 2010

BAHASA ARAB_Dua Keterampilan Berbahasa Arab*

Empat macam keterampilan berbahasa yang ditulis dalam buku-buku tentang pembelajaran bahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, berkaitan erat dengan kelancaran kegiatan berkomunikasi yang menggunakan sarana bahasa, yakni kegiatan memahami dan kegiatan memberikan pemahaman. Kelancaran berbahasa berkaitan dengan pemakaian bahasa, dengan cepat atau lambat.
Keterampilan berbahasa dapat diperoleh dengan pembiasaan (Suyitno: 1986, 15). Pembiasaan itu sendiri wujud pelaksanaannya adalah latihan berulang kali dalam program repetisi yang termasuk dalam unsur-unsur metode. Dengan latihan menyimak akan diperoleh keterampilan menyimak. Keterampilan menyimak dapat diketahui wujudnya melalui pengungkapan apa saja yang dipahami dengan cara berbicara. Tidak mungkin seseorang bisa terampil berbicara tanpa keterampilan menyimak. Jadi keterampilan berbicara tentang apa saja yang disimak menunjukkan keterampilanya dalam menyimak. Demikian ini karena bahasa itu diucapkan dan didengar. Terampil berbahasa artinya terampil berbicara dan mendengar atau juga sebaliknya terampil mendengar dan berbicara.
Kemampuan berbahasa tidak sama dengan keterampilan atau kelancaran berbahasa. Kemampuan berbahasa memiliki standar tingkatan mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi. Seorang pelajar bahasa pada tingkat dasar dapat juga sangat terampil berbahasa dalam tingkat dasar karena sering melatih dan mengadakan repetisi bahasa yang sudah dikuasai pada tingkat dasar. Begitu juga sebaliknya seorang pelajar bahasa pada tingkat tinggi belum tentu bisa terampil meggunakan bahasanya karena kurang sering mengadakan latihan. Tidak terampil menggunakan bahasa bukan berarti tidak memiliki kemapuan berbahasa. Jadi kemampuan berbahasa memiliki standar berdasarkan taraf kesulitan bahasa mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat tinggi, sedangkan keterampilan berbahasa menunjukkan kelancaran dalam mempergunakan bahasa yang sudah dikuasai sesuai dengan tingkat kemampuanya. Dengan demikian tujuan belajar bahasa tidak hanya dengan maksud agar terampil, tetapi tingkat kemampuannya perlu dijadikan target sehingga standar kemampuannya terukur, baru sampai tingkat dasar atau menengah atau sudah tingkat tinggi.
Gagasan yang diungkapkan dengan bahasa dapat dilambangkan dengan tulisan, sebagai lambang bunyi. Karena itu pada dasarnya keterampilan berbahasa itu hanya ada dua, yakni keterampilan menyimak dan berbicara. Keterampilan membaca dan menulis itu hanya pernyataan tentang gambaran bila bahasa itu dilambangkan dengan tulisan. Tulisan itu sendiri bukan bahasa. Bahasa itu sendiri juga bukan tulisan, tetapi lafal (ucapan) (Musthafa al-Ghalayaini: 1973, 4), atau bunyi-bunyi (Mahmud Hijazi: 1968, 4), atau sistem lambang berupa bunyi (Chatibul Umam: 1980, 7), atau ucapan yang dikeluarkan seseorang dari daerah artikulasinya (Saidun Fiddaroini: 1998, 4). Meskipun seseorang tidak bisa membaca dan juga tidak bisa menulis bukan berarti tidak memiliki kemampuan berbahasa. Orang yang buta huruf bisa juga menyimak dan berbicara dengan lancar. Ia bisa memiliki keterampilan berbahasa dengan tingkat kemampuan berbahasa mulai dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi. Jadi pada dasarnya pembelajaran bahasa Arab itu adalah meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam menyimak atau mendengar dan berbicara.
Adapun keterampilan membaca, maka keterampilan ini sepadan dengan keterampilan menyimak kalau yang dimaksud itu keterampilan memehami gagasan yang disampaikan secara tertulis, bukan keterampilan membaca secara harfiah. Perlu dibedakan antara keterampilan membaca dengan cepat secara harfiah dengan keterampilan memehami gagasan yang tertulis. Demikian ini karena tidak semua orang yang membaca dengan cepat berarti sudah memahami maksud tulisan.
Sangat disayangkan bila yang dimaksud dengan keterampilan membaca itu adalah keterampilan membaca secara harfiah, karena sama sekali tidak ada kesulitan yang berarti dalam membaca tulisan bahasa Arab yang sempurna, yakni lengkap dengan syakalnya. Lain masalahnya bila yang dimaksud itu adalah membaca kitab gundul. Dalam kasus ini bukan hanya para pemula yang mengalami kesu-litan, tetapi para senior sekalipun juga mengalami kesulitan karena proses membaca kitab gundul itu tidak logis, yakni faham untuk membaca bukan membaca untuk paham. Ketidaklogisan ini dinyatakan oleh para ahlinya, bahwa para pembaca bahasa asing (selain bahasa Arab) membaca agar dapat memahami apa yang dibaca, sedangkan para pembaca bahasa Arab harus paham dulu teks yang akan dibaca supaya betul bacaannya (Abd al-‘Alim Ibrahim: 1978, 206).
Dari keterangan tentang ketidaklogisan proses membaca kitab gundul tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa cara untuk memiliki keterampilan membaca kitab gundul adalah memahami dulu apa yang akan dibaca supaya benar bacaannya. Akan tetapi menerapkan cara demikian ini sama saja dengan memaksakan diri men-jadi orang awam, karena harus paham dulu apa yang akan dibaca. Bila sudah paham apa yang akan dibaca, lalu untuk apa membaca?!
Jadi kesulitan dalam membaca tulisan bahasa Arab gundul tidak layak dijadikan pembenaran tentang perlunya ada keterampilan membaca secara harfiah, seperti belajar membaca tulisan bahasa Inggris yang memiliki sistem ejaan yang tidak teratur, dan ini perlu latihan untuk terampil. Ini sangat berbeda dengan sistem ejaan bahasa Arab yang sempurna lengkap dengan syakalnya. Hal ini sangat perlu dipaparkan disini agar benar-benar diinsafi bahwa dalam pembelajaran bahasa Arab tidak perlu ada tujuan untuk memperoleh keterampilan membaca, yakni membaca tulisan gundul. Kalau tujuan demikian itu diadakan maka sama halnya dengan melestarikan aktivitas yang tidak logis.
Selanjutnya berkaitan dengan keterampilan menulis maka yang dimaksudkan itu adalah keterampilan mengungkapkan gagasan dari pikiran secara tertulis, bukan keterampilan menulis huruf-huruf Arab dengan cepat dan baik. Keterampilan menulis ini sepadan dengan keterampilan berbicara. Kalau yang dimaksudkan adalah menuliskan secara harfiah, maka tidak ada kesulitan yang berarti, karena sistem penulisan bahasa Arab sudah sempurna. Berbeda dengan sistem tulisan bahasa Inggris. Meskipun sudah mengenal huruf Latin belum tentu bisa menuliskan ucapannya dengan benar dalam tulisan bahasa Inggris.
Kemudian apabila yang dimaksud dengan keterampilan menulis itu adalah keterampilan mengarang, maka hal ini tidak bersangkut-paut dengan keterampilan berbahasa, tetapi berkaitan dengan keahlian seseorang dalam kajian materi tertentu yang akan diungkapkan dalam sebuah karya tulis. Meskipun tidak bisa mengarang, seseorang tetap saja dinyatakan terampil berbahasa Arab kalau dia bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan lancar dan betul.
Dari kajian tersebut diatas, dapat dipahami bahwa dua macam keterampilan, membaca dan menulis, bukan termasuk keterampilan berbahasa. Dua macam keterampilan itu tidak layak dimasukkan dalam kajian tentang keterampilan berbahasa, apalagi bahasa Arab. Tidak ada kesulitan dalam membaca dan juga menuliskan bahasa Arab. Pelajaran baca-tulis bahasa Arab sangat sederhana, mudah, dan sudah diajarkan sejak awal mula belajar bahasa Arab tanpa ada kesulitan, yang berbeda dengan belajar baca-tulis bahasa Inggris. Ini erat kaitannya dengan sistem tulisan bahasa Arab yang sempurna. Karena itu tidak perlu memperhatikan prinsip pembelajaran bahasa seperti yang dikembangkan untuk pembelajaran bahasa asing selama ini dengan menerapkan teori pembelajaran tentang keterampilan membaca dan menulis.
Boleh jadi munculnya teori pembelajaran keterampilan membaca dan menulis itu erat kaitannya dengan buruknya system tulisan bahasa Inggris. Teori ini tidak layak diterapkan pada pembelajaran bahasa Arab. Naif sekali bila para pengajar bahasa Arab ikut-ikutan menerapkan teori pembelajaran tersebut, seperti penyiapan buku pelajaran bahasa Arab di perguruan tinggi yang bertujuan untuk memiliki keterampilan membaca literatur berbahasa Arab, yakni dengan mencetak buku pelajaran bahasa Arab yang tidak diberi syakal, seperti buku: Al-'Arabiyah al-Muyassaroh 'Ala Thariqat al-Qira'ah (IAIN Sunan Ampel: 1998, 6). Kenaifan ini mestinya dihindari, karena proses pembelajaran bahasa Arab tidak memiliki sasaran dan tujuan untuk terampil membaca kitab gundul atau juga terampil menulis bahasa Arab, meskipun dalam arti mengarang. Keterampilan menulis dan membaca sudah terlewati sejak awal mula belajar bahasa Arab dengan perkenalan tulisannya yang sempurna, yakni yang dilengkapi dengan syakal, dan itu bukan termasuk keterampilan berbahasa, tetapi keterampilan menulis dan membaca.
Kesimpulan tulisan ini menegaskan bahwa keterampilan berbahasa itu hanya terampil menggunakan bahasa, yakni terampil mendengar dan berbicara. Karena itu patut disarankan agar tidak lagi ada tujuan belajar bahasa Arab yang mengarah pada terampil membaca kitab gundul. Inilah salah satu strategi pengembangan pendidikan bahasa Arab, yakni meluruskan konsep tentang keterampilan berbahasa, khususnya bahasa Arab, yaitu terampil mendengar dan berbicara, bukan terampil menulis dan membaca lambang bunyi.
*Saidun Fiddaroini, Strategi Pengembangan Pendidikan Bahasa Arab (Surabaya: Jauhar, 2006), 29-33.
_______________________
Kepustakaan
Abd al-‘Alim Ibrahim, Al-Muwajjih al-Fanniy li Mudarrisi al-Lughah al-‘Arabiyah (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1978).
Chatibul Umam, Aspek-aspek Fundamental dalam Mempelajari Bahasa Arab (Bandung: Al-Ma'arif, 1980).
IAIN Sunan Ampel, Al-'Arabiyah al-Muyassaroh 'Ala Thariqat al-Qira'ah (Surabaya:
Sentra Kajian Bahasa IAIN Sunan Ampel, 1998).
Mahmud Hijazi, Al-Lughah al-'Arabiyah 'Abra al-Qurun (t.k.: Saqafat, 1968).
Musthafa al-Ghalayaini, Jami' al-Durus al-'Arabiyah (Beirut: Sida, 1973).
Saidun Fiddaroini, Bahasa dan Sastra dalam Penelitian (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 1998).
Suyitno, Teknik Pengajaran Apresiasi Sastra dan Kemampuan Bahasa (Yogyakarta: Hanindita, 1986).

3 komentar:

  1. saya mau minta pendapat sama bapak, isu isu apa yang muncul tentang pendidikan bahasa arab pada saat ini? dan mungkin yang bisa saya gunakan sebagai tema dalam penulisan tesis saya.. mohon masukan dari bapak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terlalu sibuk dengan metode pembelajaran tetapi tidak rajin memperbanyak kosa kata dan cara pemakaiannya.
      Tema: menemukan cara cepat memperbanyak kosa kata dan memakainya.

      Hapus
  2. saya sangat setuju dengan tulisan bapak di atas, terlebih yang berkaitan dengan tujuan membaca kitab gairu masykulah (kitab gundul). bagi pemula itu akan jadi momok, dan bagi mutawassith hingga mutaqaddim, akan menghabiskan waktu yang seharusnya bisa digunakan untuk memahami atau bahkan mengkritisi teks, ketimbang memikirkan cara membacanya. ilmu sharaf dan nahwu akan berguna secara fungsional, baik ketika istima' maupun kalam.

    BalasHapus

Semoga Anda berkenan