Jumat, 11 Juni 2010

BAHASA ARAB_Kontradiksi Prinsip Pembelajaran Bahasa Arab*

Prinsip belajar bahasa yang dikenal secara umum menganjurkan agar proses belajar dimulai dari yang paling mudah, yakni menyimak atau mendengar kemudian berbicara. Prinsip ini sering dipahami dengan berlebihan sehingga ada penekanan agar pelajar tidak perlu memperhatikan tulisan lebih dulu atau menuliskan ucapan-ucapan yang diajarkan. Latihan membaca dan menulis menjadi kelihatan seperti suatu aktifitas yang lebih sukar dari pada menyimak dan berbicara.
Penekanan ini dimaksudkan agar para pelajar tidak mengalami kesukaran di awal belajarnya. Penekanan pada prinsip tersebut memang sangat diperlukan apabila yang dimaksudkan adalah belajar bahasa Inggris. Ini disebabkan tulisan bahasa Inggris memiliki sistem yang sangat buruk. Keburukan itu ada pada pemakaian tanda yang sama tetapi untuk bunyi yang berbeda, seperti (ough) untuk menyatakan bunyi (af), (u:),dan (ep), masing-masing di dalam kata tough, through, dan hiccough, dan sebaliknya, tanda yang berbeda dipakai untuk menyatakan bunyi yang sama, seperti (e), (ee), (ea), (ei) dan (eo) yang dipakai untuk menunjukkan bunyi (i:) pada masing-masing kata regent, flee, flea, receive, receipt dan people (Samsuri:1991, 20).
Sebagai contoh: Pelajar akan menjadi kebingunan ketika ditunjukkan tulisan yang lambangnya sama (oo) tetapi melambangkan bunyi berbeda, yaitu bunyi (u), (a), dan (o), masing-masing pada kata book, flood, dan floor. Demikian juga untuk konsonan-konsonannya. Konsonan (c) sering dipakai untuk tanda bunyi (k) yang mana konsonan (k) sendiri juga untuk tanda bunyi (k), masing-masing dalam kata chaos dan kate. Sementara tanda (c) banyak juga untuk bunyi (s) seperti dalam kata cease atau centre, dan juga untuk bunyi (c) seperti dalam kata chalk. Banyak juga tanda yang tidak melambangkan bunyi padahal ditulis, seperti huruf (w) pada kata two yang sama bunyinya dengan kata to, atau tanda baca (k) yang tidak melambangkan bunyi apa-apa pada kata knee, knife dan semacamnya. Boleh jadi O.K merupakan singkatan dari kata all correct. Tidak disingkat dengan A.C tetapi O.K berdasarkan bunyinya. Bahkan sekarang dalam kamus sudah ditulis menjadi kata O.K atau okay yang dibaca (ow kei) dengan arti menyetujui (John M. Echols dan Hassan Shadily: 2000, 403).
Dalam menyelesaikan kesulitan akibat ketidakteraturan sistem ejaan itu dipakailah cara praktis, yakni cukup dihafal bahwa masing-masing kata dengan konotasinya memiliki bunyi tersendiri dengan lambang tersendiri. Pada waktu menghafal bunyi tulisan tersebut dihafal pula maksud atau maknanya. Artinya, lambang bunyi bahasa Inggris tidak memiliki aturan yang jelas konkret. Membaca tulisan bahasa Inggris yang tidak "teratur" itu merupakan kesulitan tersendiri, maka tidak heran ada anjuran untuk tidak diajarkan lebih dulu agar tidak ada kesan sukar meskipun pelajar sudah "melek" huruf Latin.
Dalam prakteknya memang kelihatan sekali penekanan prinsip tersebut diperlukan untuk bahasa Inggris. Ketika menulis bahasa Inggris yang didiktekan, sering kali pelajar mengalami kesulitan bila belum mengenal tulisan untuk kata-kata itu sebelumnya. Kesulitan demikiam menjadi alasan untuk menunda latihan menulis atau menjadi alasan untuk menyatakan bahwa keterampilan menulis itu adalah keterampilan yang paling 'sukar'. Maksud keterampilan menulis disini menjadi keterampilan menuliskan kata-kata dengan ejaan yang benar, padahal tidak boleh dilupakan bahwa yang dimaksud dengan keterampilan menulis itu lebih mengarah pada menuliskan gagasan yang ada dalam pikiran dalam arti mengarang. Pada masa modern ini komputer sudah disiapkan untuk membantu membenarkan ejaan. Jadi sudah tidak ada lagi kesulitan dalam hal keterampilan menulis. Karena itu perlu ditinjau kembali lebih konkret pengenalan tentang empat keterampilan berbahasa, yang sudah terlanjur dijadikan prinsip dalam pembelajaran bahasa.
Penekanan prinsip yang menunda proses membaca dan menulis, khususnya untuk bahasa Inggris tentunya karena ingin agar bahasa Inggris memasyarakat. Sayang, penekanan prinsip tersebut sering kali berlanjut sampai pada proses belajar-mengajar bahasa Arab, sehingga pelajar dilarang sama sekali melihat tulisan pada buku bahan ajar yang disiapkan. Padahal penekanan prinsip tersebut tidak mutlak benar untuk diterapkan pada semua bahasa, khususnya bahasa Arab.
Ketidakcocokan penekanan pada prinsip tersebut disebabkan sistem tulisan bahasa Arab yang sudah sempurna. Ada yang menganggap bahwa tulisan bahasa Arab memiliki sistem suku (Samsuri: 1991, 22). Ini bisa dibenarkan bila yang dimaksud adalah tulisan gundul. Tetapi ternyata tulisan bahasa Arab yang sempurna memakai sistem fonetik, bahkan memiliki sistem ejaan yang sempurna (Saidun Fiddaroini: 1997, 64-5). Kesempurnaan ejaan tulisan bahasa Arab ini disebut dengan ejaan fonemis, karena tiap bunyi bahasa dinyatakan dengan sebuah tanda atau huruf yang membedakan yang disebut dengan fonem (Samsuri: 1991, 23).
Menekankan prinsip belajar yang menunda perhatian pada tulisan tidak bisa diterapkan untuk bahasa Arab yang tidak terdapat kesulitan dalam sistem penulisannya. Bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf Arab, masing-masing bunyinya dilambangkan dengan satu huruf dan bunyi hidupnya ditentukan dengan harokat. Contoh bunyi "karuma" akan ditulis demikian كَرُمَ. Dengan jelas masing-masing bunyi bahasa Arab dilambangkan.
Apabila ada yang mengatakan bahwa ada kesulitan ketika membaca tulisan bahasa Arab karena satu macam tulisan kadang-kadang bisa dibaca dengan macam-macam, misalnya tanda اكرم yang dikiranya bisa dibaca dengan "akrama" atau "akrim" atau "ukrama", maka perlu dipahami lebih dulu bahwa tulisan yang tidak berharakat itu adalah tulisan yang belum sempurna (Saidun Fiddaroini: 1997, 189). Tulisan demikian itu yang tadi disebut dengan tulisan yang bersistem suku. Adapun tulisan bahasa Arab yang sempurna maka bentuknya adalah adanya syakal yang tertera pada tulisan sehingga tidak akan ada alternatif bunyi yang lain kecuali yang tertera pada tulisan itu.
Kalau ada yang mengatakan bahwa sistem tulisan bahasa Arab juga belum sempurna karena ada lambang harakat yang menunjukkan bunyi berbeda seperti harakat fathah untuk huruf (ba': ب ) melambangkan bunyi berbeda dari bunyi yang dilambangkan dengan fathah untuk huruf (ra': ر ), maka yang demikian sudah jelas ada kekhususan dan tidak menimbulkan masalah sama sekali, karena ada ketentuan yang tegas bahwa bunyi yang dilambangkan fathah demikian hanya untuk huruf-huruf tertentu, yakni huruf خ, ر, ص, ض, ط, ظ, غ yang dikenal dengan huruf halaq. Karena itu tidak akan ada alternatif lain untuk bunyi huruf yang diharakati fathah tersebut, apakah dibaca (a) seperti dalam kata جَاءَ atau dibaca (o) sepertui dalam kata صَارَ .
Kini kelihatan jelas bahwa tulisan bahasa Arab yang sempurna itu sudah sangat sesuai dengan fungsi tulisan. Tulisan adalah lambang bunyi. Maka lambang bunyi yang sempurna adalah lambang yang bisa menggambarkan bunyi dengan jelas tanpa ada alternatiif bunyi lain. Karakter ini dipenuhi oleh tulisan bahasa Arab. Oleh karena itu prinsip belajar bahasa Arab tidak perlu meniru adanya penekanan penundaan belajar menulis seperti dalam belajar bahasa Inggris. Justru pelajaran membaca dan menulis dengan huruf-huruf Arab lebih baik di awal program sebelum belajar bahasa Arab, sebagaimana umumnya belajar baca-tulis (Mahmud Junus: 1979, 24).
Pelajaran membaca dan menulis Arab ini tidak mengalami kesulitan dan tidak menimbulkan problem sama sekali. Justru akan mengalami kesulitan nantinya bila keterampilan menulis itu ditunda seperti yang dialami oleh generasi tua yang belajar menulis bahasa Arab, atau dapat dilihat tulisan Arab yang sangat memprihatinkan dari tulisan pelajar lulusan Madrasah Aliyah dan bahkan lulusan Perguruan Tinggi Agama Islam. Ini terjadi karena kurang perhatian pada keterampilan baca-tulis Arab sewaktu mempelajarinya. Lagi pula dalam hal tajwid maka belajar tulisan bahasa Arab sangat perlu khususnya dalam upaya melafalkan bunyi dengan fasih. Kemampuan membaca dan menulis bahasa Arab akan membantu dalam hal pembelajaran bahasa Arab nantinya pada tingkat tinggi, khususnya dalam penguasaan bahasa dan sastra Arab.
Dalam pembelajaran bahasa Arab, yang dimaksud dengan keterampilan menulis itu lebih mengarah pada keterampilan mengarang atau mengeluarkan gagasan secara tertulis, bukan terampil menulis huruf-huruf Arab dengan baik yang biasanya dikenal dengan khat. Oleh karena itu tulisan bahasa Arab ketika diajarkan untuk pelajar, misalnya dengan mengajarkan seketika itu apa yang diucapkan, maka akan tergambar ucapan yang benar. Sebagai contoh pengucapan الأسْتَاذُ , akan menjadi jelas dan benar ketika memperhatikan tulisannya yang dilafalkan dengan fasih memakai huruf sin (س) dan huruf dzal (ذ ) bukan lainnya. Jadi tulisan dalam bahasa Arab menjadi penguat dan pembantu untuk pembetulan pemahaman dalam bahasa Arab. Misalnya ketika mendengar bunyi kata yang makhroj atau fonimnya berdekatan, maka dengan tulisan kata itu fonimnya menjadi jelas dan maksud kata itu dapat dipahami dengan tepat.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa proses belajar-mengajar bahasa Arab justru menjadi lebih efektif bila sudah bisa baca-tulis Arab. Bahkan belajar bahasa Arab dapat dilaksanakan sendirian kalau sudah dikuasai aturan baca-tulis bahasa Arab, yang sangat mudah. Karena itu selayaknya dapat dinyatakan bahwa bahasa Arab itu lebih mudah untuk dipelajari dari pada bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya yang tidak memiliki sistem penulisan yang sempurna. Tidaklah perlu terjadi pelarangan belajar baca-tulis bahasa Arab meski di awal programnya. Prinsip pelarangan belajar baca-tulis di awal program itu hanyalah kekhawatiran akan timbulnya kesulitan. Padahal kesulitan itu hanya akan terjadi pada pembelajaran bahasa yang memiliki sistem ejaan yang buruk, seperti tulisan bahasa Inggris. Ini tidak akan terjadi dalam pembelajaran bahasa Arab.
*Saidun Fiddaroini, Strategi Pengembangan Pendidikan Bahasa Arab (Surabaya: Jauhar, 2006), 24-29
________________________
Kepustakaan
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris- Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000)
Saidun Fiddaroini, Efektifitas dan Efisiensi Sosialisasi Bahasa Arab (Surabaya: CV. Cempaka, 1997), 64-5.
Samsuri, Analisis Bahasa (Jakarta: Erlangga, 1991)
Mahmud Junus, Lmetodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al-Quran) (Jakarta: PT. Hidakarya, 1979)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Anda berkenan