Minggu, 21 April 2013

Ujian (Guru) Nasional dan Rezeki dari Tuhan


Soal Ujian Nasional yang dibagikan kepada siswa SMA dan SMP tahun 2013 ini tidak satu macam. Macam soal sampai 20 paket. Katanya, tujuannya adalah supaya siswa tidak bisa kerja sama saling menyontoh ketika menjawab soal. Teman saya mengatakan justru tujuannya adalah supaya gurunya jujur. Jujur maksudnya tidak dapat memberikan jawaban kepada siswa secara massal. Kalau memang demikian maka tepatnya dinyatakan bahwa Ujian Nasional tahun ini adalah Ujian Guru Nasional. 
Bisa jadi ada oknum guru yang berhasil memberikan jawaban untuk masing-masing paket soal dan bisa memberikan jawaban kepada siswa dengan caranya yang khusus. Keberhasilan oknum guru itu adalah kegagalan Ujian Nasional. Ada dua kegagalan Ujian Nasional. Kegagalan yang pertama adalah tidak bisa mengetahui kualitas siswa yang sesungguhnya karena jawabannya itu bukan dari siswa sendiri, dan kegagalan yang kedua adalah terjadinya pelanggaran aturan dengan terang-terangan di depan mata siswa yang dilakukan oleh para oknum kepada para siswa yang sedang ujian.
Dalam diskusi muncul pertanyaan: “Mengapa para oknum berbuat curang pada waktu Ujian Nasional?” Jawabannya memprihatinkan. Mula-mula alasannya adalah menjaga nama baik sekolah, kemudian takut sekolahnya nanti tidak laku kalau banyak yang tidak lulus, dan seterusnya takut tidak ada income karena tidak ada siswa baru yang daftar di sekolahnya atau ringkasnya adalah takut rezekinya berkurang. Kalau ditarik garis lurus maka sebenarnya perbuatan curang para oknum itu tujuannya adalah supaya rezekinya tidak berkurang. Padahal mereka tahu bahwa yang memberi rezeki itu adalah Tuhan, bukan kecurangannya itu.  Mereka tahu tetapi belum yakin. Ini disebabkan lemahnya iman.
Di mata siswa yang bodoh yang mau menerima jawaban maka para oknum itu adalah pahlawan, meskipun tidak jelas sebenarnya pahlawan apa. Di mata siswa yang pintar, jujur dan tidak mau menerima jawaban dari oknum itu maka para oknum itu kelihatan seperti terkena virus yang melumpuhkan iman dalam hatinya. Virus ini lebih berbahaya akibatnya dari pada penundaan waktu ujian karena virus ini menyerang mental, sementara penundaan waktu hanya masalah teknis saja.
Para pendidik mesti berharap agar oknum guru itu hanya sedikit, jumlahnya kurang dari tiga. Kalau jumlah oknum itu lebih dari tiga dan disebut dengan gerombolan para oknum namun tetap saja para pendidik mesti konsisten dan tidak ikut-ikutan melumpuhkan imannya sendiri. Masalahnya mau ikut-ikutan pada oknum yang banyak dengan rezeki lewat jalan curang atau mau konsisten jujur dengan rezeki banyak yang berkah.  Semoga iman para pendidik makin kokoh dan diikuti oleh para siswa yang pintar dan jujur. (Mindi, 21 april 2013)