Rabu, 16 Juni 2010

BAHASA ARAB_Mereformasi Kurikulum Pendidikan Bahasa Arab*

Reformasi kurikulum sering kali berputar-putar pada nama-nama mata kuliah dan penemuan metode penyampaiannya. Kurikulum itu bukan daftar mata kuliah, namun penyebutan sejumlah mata kuliah untuk kurikulum kiranya tidak bisa dihindari, justru pada ujung-ujungnya adalah penyusunan silabus dari sejumlah mata kuliah. Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disusun dengan orientasi pada rumusan tujuan yang akan dapat menghasilkan kompetensi tertentu pada akhirnya juga mencantumkan nama-nama mata kuliah. Karena itu sering kali upaya mereformasi kurikulumm berputar-putar sekitar penentuan mata kuliah dan durasi penyajiannya.
Adapun mata kuliah yang senantiasa dicantumkan dalam kurikulum Pendidikan Bahasa Arab adalah: Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Istima', Muhadatsah, Muthala'ah, Ta'bir, Imla' dan Khot, Terjemah Tulis dan Lisan Arab-Indonesia dan Indonesia-Arab. Dalam program tertentu ditambahkan juga beberapa mata kuliah yang dianggap perlu dalam menunjang keterampilan berbahasa Arab, yaitu: Balaghah, Arudl, Tartil al-Quran, Seni baca Al-Quran, Metode Terjemah dan Tafsir, Bahasa Arab Pariwisata, dan bahkan ada juga Bahasa Arab 'Amiyah.
Gambaran mata kuliah pada kurikulum Pendidikan Bahasa Arab sangat sederhana dan sedikit. Waktu yang dibutuhkan tentu-nya tidak terlalu banyak. Tetapi program repetisi sebagai salah satu unsur metode sangat menentukan diperolehnya keterampilan berba-hasa Arab. Itulah sebabnya mengapa program repetisi dalam hal ini latihan-latihan berbahasa Arab mesti mendapat perhatian serius. Kalau dinyatakan bahwa yang juga ikut menentukan keterampilan adalah lingkungan, maka sebetulnya penciptaan lingkungan yang memaksa untuk berbahasa Arab sebagai program repetisi sangat perlu ditingkatkan.
Sudah dipahami bahwa pelatihan keterampilan sangat perlu dalam menghasilkan kompetensi yang ditentukan dalam kurikulum. Sering kali program repetisi atau latihan keterampilan itu sudah dilakukan dan juga sering kali dirasakan membosankan, apalagi bila kegiatan itu diterapkan pada mahasiswa. Kesadaran akan hal-hal yang membosankan itu sering kali dihilangkan dengan menerapkan metode-metode baru dalam penyampaian materi pada program repetisi dengan maksud untuk menghilangkan kejenuhan. Kenyataan demikian ini sering membuat para pengajar atau dosen sibuk sekali dengan berbagai metode penyampaian yang baru untuk materi yang sama, yang 'itu-itu' juga. Hasilnya dapat diketahui, bahwa keterampilan yang diperoleh mahasiswa adalah keterampilan atau kelancaran menggunakan materi yang itu-itu saja.
Kebosanan dapat dihindari untuk sementara waktu, tetapi yang jelas tidak ada peningkatan dalam hal kemampuan atau penguasaan berbahasa. Materi yang dikuasai berada pada tingkat kemampuan yang tetap sama, dan tidak ada perkembangan penguasaan bahasa yang berarti. Pada gilirannya para alumninya miskin kosa kata, yang kemudian ketika para alumni menjadi pengajar maka yang diajarkan adalah kosa kata yang lebih sedikit dari pada yang dikuasai. Akibatnya, dengan tidak terasa proses pembelajaran oleh para alumni tersebut menekankan aturan bahasa atau gramatika, karena penguasaan kosa katanya tidak pernah dikembangkan.
Dampak yang lebih jauh lagi, terlihat nyata pada penyusunan materi kuliah Bahasa Arab yang ‘dipatok’ dengan topik-topik materi dalam ilmu nahwu (IAIN Sunan Kalijaga: 2003, 12-15). Pembelajaran bahasa Arab menjadi pembelajaran ilmu nahwu. Penyusunan materi pembelajaran bahasa Arab dengan berorientasi pada topik-topik dalam ilmu nahwu tersebut bisa dianggap betul karena adanya anggapan sebelumnya bahwa tujuan belajar bahasa Arab adalah untuk dapat membaca kitab-kitab gundul, yang mana ilmu nahwu dianggap sebagai alat untuk membaca kitab gundul. Semua berdasarkan anggapan saja.
Berulang-kalinya materi yang disajikan, meskipun dengan metode penyampaian yang berbeda, menjadi faktor dominan munculnya kebosanan. Menghilangkan kebosanan demikian bisa ditempuh langkah sederhana yaitu meningkatkan motivasi penguasaan bahasa dengan memperbanyak kosa kata. Untuk ini diperlukan materi yang bervariasi. Ke arah ini mestinya upaya mereformasi kurikulum Pendidikan Bahasa Arab. Artinya, pada program repetisi dipersiapkan beragam materi dari beragam bidang studi atau mata kuliah serta beragam topik dari beragam peristiwa yang sudah pernah terjadi dan yang mungkin akan terjadi di kemudian hari. Demikian ini mengingat bahwa para alumni pendidikan bahasa Arab itu diharapkan sudah menguasai dengan baik bahasa Arab yang digunakan dalam peristiwa apa saja.
Dengan berorientasi pada penguasaan kosa kata sebanyak-banyaknya untuk peristiwa-peristiwa yang beraneka ragam, maka mata kuliah apa saja bisa masuk pada (Jurusan) Pendidikan Bahasa Arab. Penentuan mata kuliah tidak terbatas pada nuansa 'Arab-araban' saja tetapi meliputi segala yang terkini dan yang akan datang. Diutamakan penentuan mata kuliah itu sesuai dengan tujuan profesi yang akan dipilih setelah lulus.
Dalam hal gramatika, maka pembelajarannya sekedar mengikuti kaedah-kaedah yang dipakai beberapa kalimat atau statemen yang sedang diajarkan. Memang tidak menutup kemungkinan adanya pendalaman serta pengoreksian dan pengembangan terhadap gramatika. Pada kasus pendalaman ini juga akan diberikan mata kuliah gramatika dengan catatan bahwa penyampaiannya serta diskusi semuanya dengan berbahasa Arab sebagimana materi-materi yang lainnya. Dengan demikian terjadilah pembelajaran tentang bahasa Arab dengan berbahasa Arab.
Reformasi kurikulum pada arah yang demikian secara otomatis akan menarik pembaruan materi khususnya topik-topik yang ditentukan dalam silabus. Bukan kurikulumnya yang diubah-ubah, tetapi pengembangan dan pendalaman silabus yang direformasi, karena memang silabus itu yang menunjukkan kedalaman materi.
Mungkin diperlukan materi bahasa Arab tingkat dasar hanya dalam satu tahun, sementara materi pelajaran yang lainnya disam-paikan dengan bahasa Arab dengan lingkungan yang mewajibkan berbahasa Arab. Hidden curriculum sangat menentukan motivasi penguasaan bahasa Arab. Oleh karena itu segala sistem komunikasi, mulai dari yang tertulis paling sederhana sampai dengan yang paling komplek disampaikan dengan berbahasa Arab. Ini yang dimaksud dengan reformasi kurikulum Pendidikan Bahasa Arab, yakni orientasi tidak harus terfokus pada nuansa ke 'Arab-araban' di benua Arab sana, tetapi semua ‘diarabkan’ dengan nuansa kekinian yang terjadi di belahan dunia yang maju.
*Saidun Fiddaroini, Strategi Pengembangan Pendidikan Bahasa Arab (Suabaya: Jauhar, 2006), 40-43
______________________
Kepustakaan
Lihat Hasil Workshop, Silabus Kurikulum Berbasis Kompetensi IAIN Sunan kalijaga(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Anda berkenan