Selasa, 01 Juni 2010

BAHASA ARAB_Mengembangkan Motivasi Belajar Bahasa Arab*

Sudah ada yang menyebutkan bahwa orang belajar bahasa Arab adalah supaya paham dan mengerti apa-apa yang dibaca dalam shalat dengan pengertian yang mendalam. (Mahmud Junus: 1979, 21).
Secara rinci dinyatakan bahwa untuk bisa sampai pada pengertian yang mendalam tersebut dimulai dengan mengerti dulu membaca Quran sehingga dapat mengambil petunjuk dan pengajaran dari Quran. Di samping itu dengan kemampuan berbahasa Arab diharapkan juga dapat mempelajari ilmu agama Islam dalam buku-buku yang banyak dikarang dalam bahasa Arab, seperti Ilmu Tafsir, Hadis, Fiqh dan sebagainya. Disebutkan juga bahwa tujuan belajar bahasa Arab adalah agar pandai berbicara dan mengarang dalam bahasa Arab untuk berhubungan dengan kaum muslimin di luar negeri, karena bahasa Arab adalah bahasa umat Islam di seluruh dunia dan sudah menjadi bahasa ilmiah (Mahmud Junus: 1979, 21)
Kelihatan bahwa motif belajar bahasa Arab bernuansa agamis, sebagaimana gambaran di atas. Tentu saja motif demikian ini hanya dimiliki oleh orang-orang Islam yang kental dengan tradisi agamanya. Semangat belajar mereka adalah semangat agama. Para da’i atau muballigh dapat dipastikan memiliki semangat tinggi untuk mempelajari bahasa Arab. Ini terjadi di negara-negara non-Arab yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia.
Dalam rangka pengembangan pendidikan bahasa Arab, penggalakan motif agama menjadi sangat perlu. Ini mudah diwujudkan di lingkungan yang Islami, seperti di pondok pesantren dan semacamnya. Makin kuat semangat keagamaan para pelajar, makin kuat pula semangat untuk belajar bahasa Arab, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan asumsi ini maka upaya meningkatkan semangat para pelajar untuk belajar bahasa Arab membutuhkan penciptaan kondisi bernuansa Islami lebih dulu. Pemeliharaan dan peningkatan nuansa Islami sangat diperlukan agar semangat untuk belajar bahasa Arab tetap terpelihara, dengan kelanjutan akan mudah tercipta proses pembelajaran bahasa Arab yang efektif. Masalahnya sekarang adalah ketergantungan bahasa Arab pada faktor agama. Betapa susahnya proses sosialisasi bahasa Arab! Orang harus "diislamkan" lebih dulu agar mau belajar bahasa Arab dengan semangat yang kuat. Wacana demikian ini tidak masuk dalam teori pendidikan bahasa. Mungkin saja yang terjadi justru sebaliknya, faktor agama ini bahkan bisa menjadi penghambat memasyarakatnya bahasa Arab. Kemungkinan demikian perlu diantisipasi!
Kita tidak bisa menutup mata, manakala kehidupan masyarakat sudah mengglobal dan tidak lagi agamis, maka motif agama untuk belajar bahasa Arab sudah tidak ada lagi. Semangat untuk belajar bahasa Arab bisa melemah dalam lingkungan nonagamis. Bahkan di kawasan Timur Tengah saja, pembelajaran bahasa Arab bukan karena motif agama, tetapi karena bahasa yang dipakai sebagai bahasa komunikasi adalah bahasa Arab. Mereka yang tidak bisa berbahasa Arab dengan baik akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Jadi di negara negara Arab, motif agama untuk mempelajari bahasa Arab tidak sekuat motif agama di Indonesia. Hanya dalam kasus tertentu motif agama masih berperan, seperti kebutuhan untuk belajara bahasa Arab fusha, karena literatur keislaman tertulis dalam bahasa Arab fusha. Namun kita juga perlu menyadari bahwa hampir tidak ada bahasa yang dipakai dalam kitab-kitab suci agama bisa memasyarakat.
Meskipun bahasa Arab sudah menjadi bahasa Internasional, namun kenyataannya bahasa Arab kurang sering dipakai dibandingkan dengan bahasa Inggris. Dewasa ini bahasa Arab sudah jarang dipakai untuk berkomunikasi dengan orang luar negeri, meskipun terhadap sesama muslim. Bahkan sekarang tampak lebih "keren" kalau berkomunikasi dengan berbahasa Inggris meskipun di negara-negara Timur Tengah. Hal ini juga bisa menyebabkan hilangnya motif belajar bahasa Arab, sedangkan motif untuk mempelajari bahasa Inggris menjadi lebih kuat.
Dibandingkan dengan bahasa Arab, maka bahasa Inggris tampak memiliki daya tarik yang lebih kuat untuk dipelajari karena faktor keuntungan material duniawi. Artinya, bahasa Inggris tidak memerlukan agama sebagai motif untuk mempelajarinya. Oleh karena itu selama gemerlap dunia lebih menarik dari pada kehidupan ukhrawi maka selama itu pula motif untuk mempelajari bahasa Arab kalah kuat dibanding dengan motif untuk mempelajari bahasa bahasa lainnya, khususnya bahasa Inggris, yang bisa menjanjikan secara material.
Sambil memperhatikan nalar tersebut di atas, perlu diingat kembali bahwa bahasa Arab sudah ada dan dikenal sebagai bahasa yang indah pada zaman Jahiliyah sebelum Islam. Bahasa Arab waktu itu memiliki kebebasan berkembang dan tidak tergantung pada agama. Kalau ini diteruskan maka yang terjadi adalah justru sebaliknya. Bahasa Arab menjadi daya tarik untuk mempelajari agama Islam, bukan mengislamkan orang lebih dulu agar mau mempelajari bahasa Arab. Oleh karena itu motif agama dalam sosialisasi bahasa Arab perlu diletakkan sebagai motif lanjutan, bukan motif awal atau motif utama. Setelah tertarik untuk belajar bahasa Arab karena manfaat bahasa Arab itu sendiri dan karena keindahannya, maka keterampilan dalam berbahasa Arab yang dimiliki dapat dipakai untuk meningkatkan aktivitas keislaman karena dapat mempelajari Islam dengan baik dan benar melalui literatur-literatur keislaman yang berbahasa Arab.
Dari gambaran tersebut di atas perlu kiranya mengembangkan motif belajar bahasa Arab agar bahasa Arab tidak tergantung pada agama. Ini memberikan tantangan dan kesempatan besar bagi para pendidik untuk menggali dan menciptakan motif-motif baru agar pendidikan bahasa Arab berkembang dengan baik dan bisa cepat memasyarakat.
Motif yang paling kuat biasanya bersumber dari keperluan dan kebutuhan yang utama, misalnya lingkungan yang mengharuskan berbahasa Arab dan bila tidak berbahasa Arab maka tidak bisa hidup dalam lingkungan tersebut. Alternatif motif ini sebagai hasil analog pada dunia Arab yang mana penduduknya suda pasti berbahasa Arab, meskipun tidak beragama Islam. Dengan demikian para pengembang pendidikan bahasa Arab hendaknya selalau menerapkan strategi penciptaan lingkungan seperti itu. Makin luas lingkungan seperti itu tercipta makin luas pula wilayah masyarakat yang berbahasa Arab. Jadi, masalah penting yang ada dalam upaya memasyarakatkan bahasa Arab adalah penciptaan lingkungan berbahasa Arab yang sangat menarik dan dibutuhkan.
*)Saidun Fiddaroini, Strategi Pengembangan Penddikan bahasa Arab (Surabaya: jauhar, 2006), 3-7
____________________
Kepustakaan
Mahmud Junus, Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al-Quran) (Jakarta: PT.Hidakarya Agung, 1979), 21.

1 komentar:

Semoga Anda berkenan