Rabu, 16 Juni 2010

BAHASA ARAB_Fokus Tujuan Pendidikan Bahasa Arab*

1. Tujuan Teoretis.
Tujuan teoretis yang dimaksudkan disini adalah tujuan yang dirumuskan dalam beberapa literatur berdasarkan hasil penelitian yang telah lalu. Tujuan ini perlu diketahui oleh para pendidik dan para pelajar agar terdapat kontrol bentuk kegiatan yang sedang berlangsung sesuai dengan arah tujuannya. Di samping itu perlu keselarasan tujuan antara pendidik dan pelajar agar dapat terlaksana proses pembelajaran yang efektif dan efisein. Aspek tujuan ini sangat penting karena menentukan bagaimana metode, apa sarana yang diperlukan secara langsung dan seberapa lama waktu yang diperlukan serta bagaimana proses evaluasinya.
Tujuan Pendidikan Bahasa Arab bisa diketahui melalui tujuan pembelajarannya. Dalam arti yang sempit dan konkret wujud pendidikan bahasa Arab adalah pembelajaran bahasa Arab itu sendiri. Tujuan pembelajaran bahasa secara teoretis berarti tujuan menumbuhkan kemampuan berbahasa. Dengan pembelajaran bahasa secara terus menerus dapat diperoleh keterampilan berbahasa, yang umumnya masih dikenal dengan empat macam keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca dan menulis (Djago Tarigan dan H.G. Tarigan: 1987, 22). Dengan ungkapan lain dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa (asing) adalah diperolehnya kemampuan menggunakan bahasa (asing) baik secara pasif atau pun aktif (Umar Asasuddin Sokah: 1982, 33).
Selanjutnya dapat dinalar bahwa tujuan pembelajaran bahasa Arab bagi pihak pendidik adalah agar dapat menjadikan bahasa Arab mudah dikuasai oleh para pelajar. Adapun tujuan bagi pihak pelajar adalah agar dapat menguasai bahasa Arab. Penguasaan bahasa Arab secara aktif atau pasif itu pada dasarnya adalah cara pandang terhadap pemakaian bahasa. Ketika berperan sebagai pendengar berarti sedang bersikap pasif dalam arti menerima pemahaman, meskipun cara mendengar dan memahaminya itu dengan aktif. Seseorang yang sudah dapat menggunakan suatu bahasa dengan berbicara berarti sudah menguasai bahasa dengan aktif. Karena itu pada dasarnya tujuan pembelajaran bahasa adalah agar bahasa dapat dikuasai, dengan mempergunakannya secara aktif.

2. FenomenaTujuan Pembelajaran
Disini dikemukakan beberapa praktek pembelajaran bahasa Arab yang pernah ada, misalnya di suatu pondok pesantren. Disebutkan bahwa tujuannya adalah:
1. Secara minimal, santri bisa berkomunikasi dengan bahasa Arab yaumiyah.
2. Santri bisa menulis, mengarang dan kegiatan lainnya dengan bahasa Arab.
3. Santri dapat memahami, mengembangkan serta mengamalkan ilmu agama Islam dengan cara membaca literatur-literatur yang berbahasa Arab (Tim Peneliti Fakultas Adab: 1990, 27).
Tujuan pembelajaran bahasa Arab di tempat-tempat yang memang khusus untuk pendidikan bahasa Arab, seperti kursus-kursus, sering kali dipilah-pilah menjadi tiga tingkat, yakni:
1. Tingkat (mustawa) I adalah agar mampu berbicara bahasa Arab aktif,
2. Mustawa II adalah agar mampu berbahasa Arab dengan memahami tata bahasa Arab,
3. Mustawa III adalah agar mampu membaca kitab kuning, menterjemah kitab kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan sebaliknya.
Ada kesamaan pemilahan tujuan secara bertahap dengan tujuan pembelajaran bahasa Arab di pondok-pondok pesantren, yakni dimulai dengan keterampilan berbicara sesederhana mungkin tanpa mempedulikan tata bahasa, yang biasa disebut dengan bahasa Arab yaumiyah, kemudian penanaman kesahihan dalam berbahasa Arab dengan memperhatikan tata bahasanya, dan selanjutnya diharapkan pada tingkat akhir pelajar bisa memanfaatkan bahasa Arab untuk memperdalam pengetahuannya tantang agama dengan membaca literatur-literatur keagamaan yang berbahasa Arab.
Dengan dipahaminya ilmu-ilmu agama diharapkan para pelajar atau santri dapat mengamalkannya. Artinya, pada ujung-ujungnya tujuan pembelajaran bahasa Arab secara praktis utamanya adalah untuk mendalami agama Islam. Tujuan demikian tanpa disadari mengarah pada kemahiran berbahasa secara pasif, karena sekedar mendengar atau membaca. Tujuan praktis yang pasif ini sangat tidak menguntungkan bagi pengembangan pendidikan bahasa Arab.

3. Idealisasi Tujuan
Dalam kenyataannya kelihatan bahwa para pelajar bahasa Arab tingkat pemula sangat bersemangat berbicara dalam bahasa Arab sementara nantinya pada tingkat akhir atau para santri yang sudah dewasa dan tergolong kelas senior kelihatan tidak begitu antusias untuk bercakap-cakap dengan bahasa Arab, kecuali hanya dengan bersikap pasif saja. Demikian ini boleh jadi karena para senior merasa sudah bisa dan atau menjaga diri agar tidak dianggap "sok pamer", atau bisa jadi karena lebih banyak dipengaruhi oleh sikapnya yang tawadlu’ dan pantang ria’ khsusunya dalam berbicara dengan bahasa asing. Suatu hal yang tidak diinginkan adalah bila pasifnya para santri senior dalam berbahasa Arab itu sebetulnya adalah karena tidak mampu berbahasa Arab dengan aktif.
Dalam kalangan perguruan tinggi, pembelajaran bahasa Arab bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan perguruan tinggi sendiri yang sangat memerlukan kemampuan dalam berbahasa Arab aktif untuk kepentingan dunia ilmiah dan diplomasi kalangan dosen atau perguruan tinggi secara umum (P3M IAIN Sunan Ampel: 1990, 93). Dalam perkembangan selanjutnya disebutkan bahwa tujuan pengajaran bahasa di IAIN Sunan Ampel adalah agar para mahasiswa mampu memahami literatur-literatur yang ditulis dalam bahasa asing, khususnya bahasa Arab dan bahasa Inggris (Sentra Kajian Bahasa IAIN Sunan Ampel: 1998, 6).
Kelihatan nyata bahwa tujuan yang dicanangkan pada tahap awal adalah agar dapat berbicara secara sederhana, dan pada tahap akhir adalah agar mampu memahami teks-teks berbahasa Arab yang ternyata mengarah kepada kemampuan berbahasa Arab secara pasif. Karena itu bisa dinyatakan bahwa tujuan praktis pembelajaran bahasa Arab selama ini adalah agar bahasa Arab itu dikuasai secara pasif, baik di kalangan pondok-pondok pesantren maupun di kalangan akademisi perguruan tinggi, dan juga di tempat-tempat kursus yang mengkhususkan kegiatannya hanya pada pendidikan bahasa Arab, sama saja.
Tujuan praktis pembelajaran bahasa Arab tersebut menyebabkan tidak disiapkannya sarana-prasarana untuk proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan teori hasil-hasil penelitian dalam pembelajaran bahasa. Oleh karena itu bahasa Arab tetap saja tidak memasyarakat, meskipun banyak yang berambisi untuk mendirikan atau memperjuangkan pembelajaran bahasa Arab. Bagaimana bisa memasyarakat bila kemampuan berbahasa Arab itu pada akhirnya hanya diperlukan secara pasif?
Langkah maju adalah sebaliknya, bahwa bahasa Arab bisa memasyarakat bila tujuan belajar bahasa Arab sesuai dengan tujuan teoretis ilmiah, yaitu untuk dapat menguasai bahasa Arab sehingga dapat dipergunakan secara aktif. Sebagai konsekuensinya, sarana dan prasarana dipersiapkan sesempurna mungkin untuk memenuhi tuntutan pembelajaran bahasa Arab dengan tujuan yang teoretis ideal tersebut. Inilah tantangan dan sekaligus peluang bagi guru, dosen dan para peneliti pengembangan pendidikan bahasa Arab untuk merancang program pendidikan bahasa Arab yang mengarah pada tujuan penguasaan bahasa Arab secara aktif.
Sampai di sini kelihatan jelas bahwa pembelajaran bahasa Arab masih dipengaruhi oleh motif agama, yang mengarah pada kepasipan, meskipun di kalangan akademisi dalam lingkungan peguruan tinggi, khususnya di Perguruan Tinggi Agama Islam. Hal ini bisa dimaklumi mengingat sering kali pembelajaran bahasa Arab sampai dewasa ini masih diampu oleh para pengajar atau dosen yang dianggap mampu berbahasa Arab tanpa latar belakang ilmu-ilmu keguruan sebagai syaratnya.
Perlu dimaklumi bahwa kenyataan ini bermula dari anggapan bahwa para pelajar yang dianggap sudah mampu berbahasa Arab adalah bila mereka sudah dapat menguasai ilmu nahwu dan sharaf. Pelajar dengan kemampuan demikian ini yang selanjutnya dipercaya menjadi pengajar. Meskipun sudah diketahui bahwa syarat-syarat untuk menjadi tenaga pendidik harus dipenuhi tetapi berbeda dalam kasus pengajar bahasa Arab. Kualifikasi pengajar dengan standar kemampuan ilmu nahwu dan sharaf lebih diutamakan dari pada ilmu-ilmu kependidikan. Itu semua menyebabkan tujuan pengajaran bahasa Arab selalu ditarik ke arah kemampuan pasif.
Keberanian membuat langkah maju yang baru itulah tuntutannya sekarang ini. Meskipun hanya bisa dilaksanakan dalam kalangan terbatas karena masalah beaya atau pengajarnya, namun itu masih jauh lebih baik dari pada terdapat banyak lembaga-lembaga pembelajaran bahasa Arab yang tidak dipersiapkan dengan baik dan menimbulkan kesan negatif terhadap bahasa Arab. Dalam kasus tujuan pembelajaran bahasa Arab ini dibutuhkan penyusunan kurikulum dari segi tujuannya. Perlu diadakan refisi sesuai dengan tuntutan akademis, tidak lagi dirumuskan agar memiliki keterampilan membaca kitab gundul.
Jujur saja, bahwa rumusan tujuan pembelajaran bahasa Arab yang selalu seperti itu, sebabnya tidak lain adalah adanya terbitan kitab-kitab yang tidak dilengkapi dengan syakal. Tidak akan ada lagi tujuan belajar membaca kalau semua teks bahasa Arab sudah sempurna dilengkapi dengan syakal. Dari sini awal mula muncul dan berkembangnya pendidikan bahasa Arab yang bertujuan pada keterampilan membaca.
Masalahnya sekarang ini adalah memberikan keinsafan kepada para penulis dan penerbit agar mau menyempurnakan tulisannya. Kesulitan teknis dalam penyempurnaan tulisan itu sudah sangat tidak layak untuk dijadikan alasan. Begitu juga kalau penambahan beaya tinta untuk syakal dianggap sebagai suatu pemborosan, maka sebetulnya justru sedikit penghematan beaya tinta itu yang menye-babkan terjadinya pemborosan besar-besaran. Demikian ini karena banyak kitab gundul dalam perpustakaan menumpuk tidak ada yang membaca, gara-gara "kegundulannya" itu. Ini suatu pemborosan yang terjadi selama ini.
Manakala masalah ini bersumber dari konsep yang keliru, bahwa selama ini tulisan bahasa Arab yang tidak bersyakal dianggap sudah sempurna, maka salah satu langkah strategi pengembangan pendidikan bahasa Arab ini adalah meluruskan konsep tersebut. Dengan tertatanya kembali konsep tersebut maka tujuan pembelajaran secara otomatis akan kembali kearah yang semestinya, tidak lagi belajar membaca, tetapi belajar agar dapat menguasai bahasa Arab dengan aktif. Adapun penataan konsep tentang kesempurnaan tulisan bahasa Arab, maka perlu diuraikan dalam bagian tersendiri secara rinci.
*Saidun Fiddaroini, Strategi Pengembangan Pendidikan Bahasa Arab (Surabaya: Jauhar, 2006), 43-48
________________________
Kepustakaan
Djago Tarigan dan H.G. Tarigan, Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1987).
Umar Asasuddin Sokah, Problematika Pengajaran Bahasa Arab dan Inggeris (Yogyakarta: CV. Nur Cahaya, 1982).
Tim Peneliti, Kondisi Bahasa Arab di Pondok Pesantren di Jember Jawa Timur (Surabaya: Fakultas Adab, 1990).
Tim Peneliti, Materi dan Metode Pengajaran Bahasa Arab di MTsN, MAN, dan IAIN di Jawa Timur (Surabaya, P3M IAIN Sunan Ampel, 1990).
Tim Penyusun, Al-'Arabiyah al-Muyassaroh 'Ala Thariqat al-Qira'ah (Surabaya: Sentra Kajian Bahasa IAIN Sunan Ampel,Vol. I, 1998).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semoga Anda berkenan